Sebuah penelitian mengungkap, orang tua yang memiliki anak hiperaktif, berpotensi dua kali lebih besar memicu perceraian.
Adalah William E Pelham, profesor psikologi dan penyakit anak
Universitas Buffalo yang menemukannya. Menurutnya, orang tua yang
memiliki anak hiperaktif atau menderita attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) berpotensi dua kali lebih besar mengalami perceraian saat anaknya berusia delapan tahun.
Pelham dikenal sebagai pakar penyembuhan hiperaktif. Dia sudah menolong ratusan anak yang menderita ADHD di seluruh AS.
Penelitan itu juga mendapati perkawinan yang menghasilkan anak
hiperaktif akan berakhir dengan perceraian lebih cepat dibandingkan
yang tidak. Hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Consulting
and Clinical Psychology.
Komponen lain yang diteliti sebagai penyebab tingkat perceraian
adalah umur anak saat terdiagnosa, etnis orang tua, tingkat keparahan
penyakit anak, tingkat pendidikan orang tua, dan sikap antisosial
ayahnya.
“Kami yang pertama kali melakukan penelitian bahwa faktor invidu
anak dan orang tua dapat menentukan kapan terjadinya perceraian. Yang
pasti kami tidak ingin mengatakan jika memiliki anak hiperaktif bisa
dijadikan alasan untuk memutuskan perkawinan atau melakukan
perceraian,” kata Pelham.
Data untuk penelitian ini dikumpulkan dari sejumlah partisipan yang
disebut Pittsburgh ADHD Longitudinal Study (PALS). Penelitian ini
mendapat dana dari National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism
(NIAAA) dan the National Institute on Drug Abuse (NIDA).
Sebanyak 282 anak kecil dan remaja yang didiagnosa hiperaktif waktu
masa kecilnya bersama dengan orang tuanya menjadi responden
penelitian. Mereka harus menjalani sejumlah instrumen diagnosa dan
menjawab sejumlah pertanyaan serta wawancara pribadi. Tanggal lahir
anak dijadikan perhitungan awal kapan akan terjadi perceraian.
Gangguan ADHD dapat terlihat sejak masa kanak-kanak dan bisa
dianalisa langsung oleh ahli perkembangan anak (psikolog). Gangguan ini
berdampak pada cara anak berpikir, merasa, dan bertindak.
Penyebab ADHD hingga saat ini belum dapat dipastikan. Terdapat
berbagai teori tentang penyebab ADHD. Sebuah teori mengasumsikan
konsumsi gula atau zat aditif yang berlebihan dalam makanan sebagai
penyebabnya. Teori yang lain menyatakan bahwa faktor genetis adalah
penyebab utama. Para ahli masih meneliti bagian otak tertentu dan
zat-zat yang mempengaruhinya.
Gejala-gejala ADHD dapat ditengarai sejak anak berusia sangat kecil.
Pada bayi, gejala yang tampak adalah terlalu banyak bergerak, sering
menangis dan pola tidurnya buruk. Selain itu sulit makan dan minum,
selalu kehausan, cepat marah atau sering mengalami temper tantrum.
Sedangkan pada anak balita, gejala ADHD yang kerap terlihat adalah
sulit berkonsentrasi atau memiliki rentang konsentrasi yang sangat
pendek. Selain itu sangat aktif dan selalu bergerak, impulsif,
cenderung penakut, memiliki daya ingat yang pendek, terlihat tidak
percaya diri, serta memiliki masalah tidur dan sulit makan. Yang
menarik, anak hiperkatif biasanya sangat cerdas, namun prestasi
belajar tidak pernah prima.
Tidak semua anak yang mengalami ADHD terlihat memiliki gejala. Hal itu sangat tergantung pada tingkat ADHD yang diidap.
ADHD pada anak-anak sudah lama kita kenal, tetapi orang dewasa juga
bisa mengidap penyakit ini. Bagi banyak orang dewasa, ADHD bisa
mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Pengidap ADHD dewasa tidak bisa dipahami oleh keluarga sendiri,
apalagi oleh lingkungan luar. Penderita ini biasanya sering merasa
dikucilkan dan dihindari oleh instansi seperti sekolah ataupun tempat
kerja.
Penderita ADHD dewasa biasanya sudah menemukan cara untuk bisa hidup
normal dalam kehidupan sehari-hari dengan kelainan yang dimiliki.
Para penderita ini biasanya mampu menekan kegelisahan yang dihadapi.
Di Belanda, orang dewasa dengan ADHD bisa dikenali, didiagnosa, dan
diobati. Banyak pekerja di instansi kesehatan jiwa dilatih untuk dapat
mengenali dan mendiagnosa orang dewasa dengan ADHD. Berdasarkan
penyelidikan dan pengalaman di rumah sakit, terbukti bahwa pengobatan
ADHD pada usia dewasa bisa berhasil, dan mereka bisa berfungsi lebih
baik dalam kehidupan sehari-hari.
Pengidap ADHD yang mengemudikan kendaraan bermotor atau pekerja yang
membutuhkan konsentrasi disarankan minum methylfenidaat supaya tidak
membahayakan orang lain. [O1]
Sumber : inilah.com
Kamis, 02 Mei 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar